Sidoarjo, LensaWarna.com — Duka mendalam menyelimuti Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, setelah bangunan lantai empat Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di kawasan Buduran ambruk pada Senin (29/9/2025) sore. Insiden ini terjadi saat sejumlah santri sedang melaksanakan salat Ashar berjamaah.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), per Jumat (3/10/2025), total 9 orang meninggal dunia dan lebih dari 100 santri berhasil diselamatkan dari reruntuhan bangunan. Sebagian korban luka telah mendapatkan perawatan di rumah sakit terdekat.

“Struktur bangunan tidak mampu menahan beban tambahan lantai atas. Peristiwa ini termasuk kategori gagal teknologi konstruksi,” ungkap Kepala BNPB, Suharyanto, dalam konferensi pers di lokasi kejadian.
Evakuasi Gunakan Alat Berat
Operasi pencarian sempat dilakukan secara manual selama dua hari pertama karena kondisi bangunan yang tidak stabil. Namun, sejak Kamis malam, tim SAR mulai menggunakan alat berat untuk mempercepat proses evakuasi di titik-titik yang sulit dijangkau.
Basarnas Sidoarjo melaporkan, hingga Jumat siang, puing-puing lantai empat yang menimpa ruang salat dan wudhu sudah mulai terangkat. Sejumlah relawan juga membantu mencari barang-barang santri yang masih tertimbun.

Pemerintah Turun Tangan
Menko PMK Pratikno bersama Kapolda Jawa Timur meninjau langsung lokasi kejadian. Ia menegaskan pentingnya proses evakuasi dilakukan dengan penuh kehati-hatian, mengingat masih banyak keluarga korban yang menunggu kepastian nasib anggota keluarganya.
“Kami memastikan seluruh korban mendapatkan penanganan terbaik. Pemerintah juga akan meninjau ulang standar bangunan pendidikan berbasis pesantren,” kata Pratikno.
Dugaan Kelalaian Konstruksi
Sementara itu, Kapolda Jawa Timur Irjen Imam Sugianto menyebut pihaknya tengah mengumpulkan dokumen teknis pembangunan untuk menyelidiki dugaan kelalaian konstruksi. Polisi juga memeriksa beberapa saksi, termasuk pihak yayasan dan kontraktor proyek.
Suasana Haru di Lokasi
Suasana haru mewarnai proses evakuasi. Sejumlah keluarga korban terlihat menangis histeris saat tim SAR berhasil menemukan santri yang tak bernyawa. Salah satunya, Haikal (13), santri asal Bangkalan, yang sempat bertahan di bawah reruntuhan selama dua hari.
“Kami dengar suara dari dalam puing-puing, dia masih sempat mengucap doa,” cerita salah satu relawan.
Evaluasi dan Mitigasi
Tragedi ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan teknis bangunan pendidikan. Banyak pihak mendesak pemerintah daerah agar memperketat izin pembangunan, terutama pada proyek yang melibatkan banyak santri.
BNPB bersama Kementerian PUPR berencana melakukan audit terhadap bangunan sejenis di wilayah Jawa Timur untuk mencegah kejadian serupa.
Red Shaf/Foto Istimewa)***