Jakarta, LensaWarna.com – Persoalan hukum terkait sertifikat tanah warga RW 07, Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, akhirnya menemukan jalan keluar. Sertifikat milik keluarga ahli waris yang sempat tertahan akibat pinjaman Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) kini resmi dikembalikan setelah proses mediasi yang berlangsung pada Rabu (1/10/2025).
Mediasi yang digelar di Aula Kelurahan Paseban tersebut dipimpin oleh Lurah Hagi dan dihadiri oleh jajaran perangkat kelurahan, pengurus koperasi PPMK, Babinsa, Binmas Kecamatan Senen, LMK, serta perwakilan kedua keluarga ahli waris. Pertemuan berlangsung kondusif selama lebih dari satu jam dan berhasil menghasilkan kesepakatan bersama.

Latar Belakang Permasalahan
Kasus ini bermula dari pinjaman PPMK yang diajukan sejak awal 2000-an dengan jaminan sertifikat atas nama almarhum Mukahar dan almarhum Edi Mukimin. Berdasarkan keterangan keluarga, pinjaman sebesar Rp47 juta tersebut tidak seluruhnya diajukan oleh almarhum Edi, melainkan hasil pengumpulan dari beberapa warga.
Pihak ahli waris mengaku telah melakukan cicilan sebesar Rp13,4 juta sesuai kesepakatan dengan pengurus lama. Namun, hingga program PPMK berhenti pada 2021, sertifikat belum juga dikembalikan. Mereka kemudian menilai bahwa utang seharusnya dihapuskan karena peminjam utama telah meninggal dunia, sebagaimana diatur dalam ketentuan PPK.

“Kami hanya ingin sertifikat keluarga kami kembali. Orang tua sudah tiada, dan programnya pun tidak lagi berjalan. Kami berharap persoalan ini bisa ditutup secara adil,” ujar Wike, ahli waris Edi Mukimin.
Solusi Damai dan Penandatanganan Kesepakatan,
Dalam forum mediasi, keluarga Mukahar mendapatkan kembali sertifikatnya secara utuh. Sedangkan untuk pihak ahli waris Edi Mukimin, pengurus koperasi PPMK bersama keluarga sepakat membuat surat pernyataan bersama sebagai bentuk penyelesaian tanggungan yang tersisa. Kesepakatan tersebut ditandatangani di hadapan Lurah Paseban dan disaksikan unsur masyarakat.
Lurah Hagi menyampaikan apresiasi atas sikap kooperatif kedua pihak. “Yang penting semua bisa diselesaikan secara musyawarah. Kami ingin memastikan tidak ada warga yang dirugikan dan semua berjalan sesuai aturan,” ujarnya.
Catatan Mengenai PPMK,
Program PPMK lahir pascakrisis moneter 1997 sebagai skema dana bergulir tanpa bunga untuk mendukung usaha kecil masyarakat. Pada masa Gubernur Sutiyoso, tiap kelurahan menerima alokasi hingga Rp2,4 miliar.
Namun, tidak semua program berjalan lancar. Di beberapa wilayah, termasuk Paseban, sempat ditemukan permasalahan administrasi dan pengelolaan dana. Pada tahun 2002, tercatat penyalahgunaan dana sebesar Rp60 juta.
Pelajaran dari Kasus Paseban,
Kasus di RW 07 Paseban menjadi pengingat penting bagi seluruh pihak agar program pemberdayaan masyarakat dijalankan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Pengawasan yang lemah dan dokumentasi yang tidak tertib bisa menimbulkan permasalahan berkepanjangan bagi warga penerima manfaat.
Program sosial, apa pun bentuknya, harus tetap berpihak pada masyarakat dan dikelola sesuai ketentuan agar tujuannya — meningkatkan kesejahteraan warga — dapat tercapai tanpa menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Red Jamal)***