Yogyakarta, LensaWarna.com-, Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius yang dihadapi Indonesia. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Angka prevalensi stunting di Indonesia saat ini masih di angka 21,6 persen dan diharapkan turun menjadi 14 persen di tahun 2024.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan pentingnya data yang presisi untuk penguatan kemitraan agar mencegah stunting. Oleh karena itu BKKBN dan Komisi IX DPR RI gencar melakukan sosialisasi dan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) Program Bangga Kencana untuk menekan angka stunting di Indonesia, termasuk DI Yogyakarta.

Pada hari Kamis 16 Mei 2024, Kegiatan Sosialisasi Dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja Di Provinsi DI Yogyakarta digelar di Kelurahan Ambarketawang, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman dengan penyajian materi oleh narasumber yaitu H. Sukamto, SH  (Anggota Komisi IX DPR RI), Rohdiana Sumarianti, M.Sc (PJ Bidang ADPIN Perwakilan BKKBN Prov D.I. Yogyakarta), Dra. Dwi Wiharyanti, M.Si (Perwakilan dari OPD KB Kab. Sleman) dan Achmad Sopian, M.Pd (Widya Iswara Ahli Muda BKKBN Pusat).

Dalam sambutannya Rohdiana Sumarianti, M.Sc mengungkapkan tujuan diadakan acara Kegiatan Sosialisasi Dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja Di Provinsi DI Yogyakarta ini adalah untuk membuat putra-putri yang sehat, cerdas, dan kuat. Kita ingin anak-anak di kabupaten Sleman itu sehat, cerdas, dan kuat dan menjadi generasi emas dimana untuk mencapai generasi tidak stunting dimulai dari siklus hidup pertama yaitu adalah calon pengantin yang dipersiapkan dimulai dari cukup umur dan pengecekan kesehatan.

BKKBN Bersama Mitra Tekankan Pengawasan Pada Siklus Hidup Untuk Cegah Stunting

“Program kampanye dari BKKBN untuk usia calon pengantin wanita itu minimal umurnya adalah usia 21 tahun dan untuk laki-laki usia 25 tahun. Dimulai dari calon pengantin yang cukup umur kemudian memeriksakan kesehatan dimana calon pengantin sejak usia remaja tidak boleh mengidap anemia, dengan HB minimal diangka 11,5. Untuk mencegah anemia harus rajin mengkonsumsi obat atau suplemen penambah darah, dan peran keluarga harus mengingatkan usia remaja atau calon pengantin untuk meminum obat atau suplemen penambah darah”, tutur Rohdiana Sumarianti, M.Sc.

Ditambahkan oleh Achmad Sopian, M.Pd bahwa konsepnya adalah agar anak-anak kita tidak kekurangan gizi jadi asupan gizi terhadap anak-anak harus diperhatikan. Dengan asupan gizi yang diperhatikan maka akan mencegah agar anak-anak tidak mudah sakit-sakitan sehingga metabolismenya tidak terganggu. Bila metabolisme anak-anak terganggu maka masa pertumbuhan atau tumbuh kembangya pun akan terganggu atau akan mengakibatkan stunting.

“Untuk ibu-ibu yang sedang hamil juga perlu diperhatikan asupan gizinya, maka diperlukan perhatian untuk membawa anak dan ibu hamil ke posyandu”, ujar Achmad Sopian, M.Pd.

Sementara itu Dra. Dwi Wiharyanti, M.Si dalam penyajian materi mengungkapkan untuk urusan pengendalian penduduk kita diamanahi dengan program yang bernama Program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana) yaitu program yang digunakan untuk memperkuat sistem informasi keluarga yang terintegritas dan ditambah Pepres No. 72 tahun 2021, kemudian ditambah dengan percepatan penurunan angka Stunting.

BKKBN Bersama Mitra Tekankan Pengawasan Pada Siklus Hidup Untuk Cegah Stunting

“Jadi programnya ada tambahan walaupun untuk percepatan penurunan angka Stunting itu tidak hanya menjadi tanggung jawab BKKBN dan OPD KB Kabupaten, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama dengan instasi-instasi lainnya yang terkait, termasuk juga dengan Program Bangga Kencana”, kata Dra. Dwi Wiharyanti, M.Si.

Pada kesempatan tersebut itu Dra. Dwi Wiharyanti, M.Si juga menyampaikan tentang Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana (KB), kemudian stunting. Untuk pembangunan keluarga, kependudukan dan KB pendekatannya adalah sudah melalui pendekatan siklus keluarga yang lebih dikerucutkan kepada siklus kehidupan.

Dimana siklus kehidupan dimulai dulu pada masa remaja, kemudian sampai kepada ibu hamil, lalu pasca ibu hamil melahirkan, kemudian seribu hari kehidupan pertama (Baduta adalah Bayi Dibawah Dua Tahun) atau 1000 HPK adalah fase kehidupan yang dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan (270 hari) sampai dengan anak berusia 2 tahun (730 hari). Pada periode inilah organ-organ vital (otak, hati, jantung, ginjal, tulang, tangan atau lengan, kaki dan organ tubuh lainnya mulai terbentuk dan terus berkembang. Kemudian balita, naik ke remaja, lalu kembali lagi ke ibu hamil, dan kemudian lanjut usia (lansia).

Pemeriksaan secara rutin ibu hamil sangat diperlukan karena untuk memastikan bayi yang masih didalam kandungan itu sehat. Seteah fase kehamilan kemudian masuk pada fase melahirkan anak yang dikandung dimana setelah melahirkan ada fase nifas atau masa pemulihan paska persalinan hingga seluruh organ reproduksi wanita pulih kembali sebelum kehamilan berikutnya. Bayi harus betul-betul dirawat baik dari asupan gizi dan kasih sayang, selain itu perlu diberikan asupan ASI ekslusig selama 60 hari. Pada masa balita ada fase seribu hari kehidupan pertama (Baduta adalah Bayi Dibawah Dua Tahun) atau 1000 HPK.

“Fase nifas ini berlangsung sekitar 6-8 minggu paska persalinan. Dan BKKBN mengkampanyekan setelah fase nifas agar ibu-ibu ini menggunakan alat KB atau alat kontrasepsi untuk menjaga jarak kehamilan selanjutnya”, ucap Dra. Dwi Wiharyanti, M.Si.

BKKBN Bersama Mitra Tekankan Pengawasan Pada Siklus Hidup Untuk Cegah Stunting

Yang menarik di kabupaten Sleman terkait dengan penduduknya tumbuh seimbang bila dilihat dari Rata-Rata Anak Lahir Hidup (ALH) per Wanita Usia Subur (WUS) di Sleman ini hanya 1,7 di tahun 2023 tidak sampai diangka 2, padahal idealnya tumbuh seimbang itu adalah diangka 2,1, jadi masih diangka yang aman tetapi perlu untuk pelayanan KB nya.

“Untuk pelayanan KB sasarannya ada dua, sasaran pertama adalah pasangan usia subur yang ingin memiliki anak tetapi ditunda, untuk kelompok ini diperlukan alat kontrasepsi untuk menjaga jarak kelahiran agar tidak kesundulan atau jarak kelahiran anak itu bisa diatur. Kemudian sasaran kedua adalah pasangan usia subur yang tidak ingin memiliki anak lagi, ini terjadi mungkin karena anak sudah banyak atau hanya membatasi cukup 2 anak saja agar lebih sehat. Layanan program KB sekarang sangat mudah dan gratis semuanya salah satunya dengan JPS sampai jarring sosial dimana tersedia ragam macam alat kontrasepsi”, jelas Dra. Dwi Wiharyanti, M.Si.

Untuk pembangunan keluarga dimulai dari kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan siklus kehidupan, yang mempunyai balita ada program Bina Keluarga Balita dimana program ini sangat penting karena mempersiapkan Generasi Emas. Kemudian usia remaja ada Program Bina Keluarga Anak dan Remaja yang menyasar anak usia 10 tahun hingga 24 tahun yang belum menikah. Masalah remaja ini sangat penting terutama di kabupaten Sleman dimana masih diketemukan ada yang hamil dibawah umur dan menikah dibawah usia 18 tahun. Dimana anak di usia 18 tahun itu belum siap untuk menikah maupun hamil dan melahirkan.

“Kemudian usia lansia ada program Bina Keluarga Lansia merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara berkelompok dengan tujuan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan bagi keluarga yang mempunyai orang tua atau lanjut usia agar bisa mandiri. Selain itu ada sekolah lansia yang hadir atas kerjasama dengan Rumah Lansia dengan kelas dibagi menjadi Strata 1, Strata 2, dan Strata 3 dengan metode delapan kali pertemuan dan ini sangat menarik dan luar biasa”, kata Dra. Dwi Wiharyanti, M.Si.

BKKBN Bersama Mitra Tekankan Pengawasan Pada Siklus Hidup Untuk Cegah Stunting

Sebagai penutup H. Sukamto SH menyampaikan, stunting sebenarnya bukan penyakit namun kondisi pertumbuhan anak yang kekurangan gizi. Untuk itu dirinya menekankan kepada calon orangtua ketika istrinya sedang hamil maka asupan gizinya harus tercukupi dengan baik.

“Bagi calon bapak, jika istri sedang hamil juga sebaiknya berhenti merokok. Kemudian, disarankan jangan menikah terlalu dini juga jangan terlambat menikah karena beresiko. Prinsipnya jangan sekali-kali punya anak kemudian masih muda menikah. Jangan juga menikah terlalu tua. Umur 35 tahun stop jangan punya anak lagi. Karena nikah muda dan nikah tua ini rawan stunting”, pungkas H. Sukamto, SH. (donstanza; foto humas)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *